Rabu, 25 April 2012

STUDI PENATALAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK BALITA DENGAN PENDERITA DIARE

 
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Anak merupakan aset masa depan yang akan melanjutkan pembangunan suatu Negara. Menurut Sujudi. A (2005) salah satu penyebab kesakitan dan kematian anak Balita (di bawah 5 tahun) adalah penyakit menular berbasis lingkungan seperti penyakit diare. Sebagai gambaran, diare memberikan kontribusi 13 % terhadap kematian pada anak usia 1- 4 tahun dan sampai saat ini diare tetap sebagai child killer  peringkat  pertama di Indonesia (Warouw, 2007).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota Assosiation South East Asia Nation (ASEAN) yakni 31/1.000 kelahiran, hanya lebih baik dibandingkan dengan Kamboja (97/1000) dan laos (82/1000). Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga lain, kita masih tertinggal. Singapura dan Malaysia memiliki AKB amat rendah, masing-masing 3 dan 7 per 1.000 kelahiran. Ini menunjukkan masih rendahnya perhatian pemerintah terhadap masalah kesehatan yang dihadapi anak-anak (Lubis. A,2008).
Menurut catatan World Health Organization (WHO), diare membunuh dua juta anak di dunia setiap tahun. Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asean (kalbe.co.id diakses tanggal 20 maret 2012).
Diare merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan terutama pada anak Balita. Kematian dan kesakitan anak Balita (dibawah 5 tahun) masih menunjukkan angka yang cukup tinggi terutama dinegara berkembang termasuk Indonesia. Kejadian diare di Indonesia diperkirakan sekitar 60 juta kasus setiap tahunnya, dari jumlah kasus tersebut 70-80 % adalah anak dibawah 5 tahun atau kurang lebih 40 juta kasus (Suharyono ,2005).
Dampak negatife penyakit diare pada bayi dan anak-anak antara lain menghambat proses tumbuh kembang anak yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak. Penyakit diare di masyarakat (Indonesia) lebih dikenal dengan istilah “muntaber”. Peyakit ini mempunyai konotasi yang mengerikan serta menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat karena bila tidak segera diobati, dalam waktu singkat penderita akan meninggal (Nelson. 2007).
Kematian yang diakibatkan oleh diare lebih sering karena tubuh mengalami dehidrasi, yaitu gejala kekurangan cairan dan elektrolit. Tanda-tanda dehidrasi diantaranya anak memperlihatkan gejala kehausan, berat badan turun, dan elastisitas kulit berkurang. Ini bisa dilakukan dengan cara mencubit kulit dinding perut. Bila terjadi dehidrasi, maka kulit dinding perut akan lebih lama kembali pulih (Siswono, 2006).
Kematian  akibat diare biasanya  bukan  karena adanya infeksi dari bakteri atau virus tetapi karena terjadi dehidrasi .  Pada diare yang hebat anak akan mengalami buang air besar dalam bentuk encer beberapa kali dalam sehari dan sering disertai dengan kejang, panas,  dan muntah,  maka tubuh akan  kehilangan banyak air dan garam–garam sehingga bisa berakibat dehidrasi, yang tidak jarang berakhir dengan ”syok” dan kematian. Penderita diare perlu mendapat perawatan medis yang tepat  dengan menggunakan jasa pelayanan kesehatan, sehingga cepat sembuh dan pulih kembali (Widjaja, 2006). Kematian diare kronik masih tinggi yaitu 20,3% sedangkan angka kematian akibat diare akut sudah dapat ditekan mendekati nol (Suharyono, 2008).
Kekurangan cairan sangat berbahaya bila terjadi pada bayi, untuk itu ibu perlu melakukan tindakan yang cepat dan tepat dengan membawa bayi dan anak kepetugas kesehatan, dimana tugas seorang petugas kesehatan memberikan solusi dan penanganan kepada anak dengan melakukan mutu pelayanan kesehatan. Mutu itu sendiri adalah : tingkat kepatuhan terhadap standard yang telah ditetapkan (Crosby,2005).
Data Departemen kesehatan RI menunjukkan 5.501 kasus diare sepanjang tahun 2007 lalu di 12 provinsi, jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Diawal tahun 2008, tercatat 2.159 orang di Jakarta yang dirawat dirumah sakit akibat menderita diare.Melihat data tersebut dan kenyataan bahwa masih banyak kasus diare yang tidak terlaporkan, departemen kesehatan menganggap diare merupakan isu prioritas kesehatan ditingkat lokal dan nasional karena mempunyai dampak besar pada kesehatan masyarakat (Depkes ,RI 2008).
Data Sub Dinas Pemberantasan Penyakit Menular (PPM) Dinas Kesehatan Tingkat I Provinsi Sultra jumlah penyakit diare pada anak meningkat tahun 2005 sebanyak 17.976 orang, jumlah penderita diare pada anak meningkat menjadi 21.634 orang pada tahun 2006. Kemudian jumlah penderita diare pada tahun 2007 berjumlah 21.871 orang (Dinkes Propinsi Sultra, 2007).
Data Sub Dinas Pemberantasan Penyakit Menular (PPM) Dinas Kesehatan Kota Kendari jumlah penederita diare pada anak tahun 2005 sebanyak 2.997 orang, jumlah penderita diare pada anak meningkat menjadi 3.490 orang pada tahun 2006. Kemudian jumlah penderita diare pada tahun 2007 berjumlah 3.672 orang (Dinkes Kota Kendari, 2008).
Data dari Dinas Kesehatan Kota Kendari tahun 2007 menunjukkan prevalensi kejadian diare di Kota Kendari sebesar 2,34 % (5.312 kasus) dan 3.134 kasus (58,9 %) terjadi pada Balita dengan korban meninggal 2 orang (CFR: 0,04 %). Pada tahun 2008 meningkat menjadi 23,47 % (5.614 kasus) dan sebanyak 3.390 kasus (60,4 %) terjadi pada Balita  dengan  korban meninggal 3 orang (CFR: 0,05 %) dan pada tahun 2009 meningkat kembali sebanyak 3,05 % (6.923 kasus), sebanyak 4.122 kasus (59,5 %) terjadi pada Balita dengan korban meninggal 3 orang (CFR: 0,04 %).(Dinas Kesehatan Kota Kendari, 2009).
Bertolak dari penjelasan diatas, maka sudah selayaknya tenaga kesehatan melakukan upaya-upaya pengololaan diare dan dilaksanakan secara menyeluruh meliputi penyuluhan kesehatan yang baik guna meningkatkan pengetahuan orang tua, menggalakan imunisasi, ibu memberika asi pada bayinya dan penatalaksanaan penderita secara medik sebagaimana lazimnya.
Keberadaan perawat dalam suatu sarana kesehatan seperti rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan dinilai sangat memberikan konstribusi terhadap kesembuhan pasien, oleh karena itu, pengetahuan perawat tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan penderita dehidrasi pada balita merupakan hal yang vital dalam hal memberikan asuhan keperawatan pada penderita Diare (Zaidin, 2008).
Berdasarkan profil kesehatan  di RSUD Abunawas kota kendari bahwa penyakit diare dengan dehidrasi cendrung meningkat dimana  Tahun 2009 penderita diare berjumlah 121 Kasus sedangkan  pada tahun 2010 berjumlah 278 Kasus Dan pada tahun 2011 berjumlah 343 Kasus. Berarti penderita dehidrasi yang di rawat di RSUD Abunawas kota kendari setiap tahun terjadi peningkatan. (Rekam Medik RSUD Abunawas kota kendari tahun 2011).
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan tanggal 29 Maret tahun 2012, dengan mengambil sampel 10 orang perawat yang ada di RSUD Abunawas, yang melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan SAP pada penderita diare dengan dehidrasi adalah 7 orang atau 70 %, sedangkan yang tidak melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar SAP adalah 3 orang atau 30%, berdasarkan hasil observasi di atas menunjukkan bahwa masih terdapat tenaga perawat yang belum melakukan asuhan keperawatan secara lengkap berdasarkan  SAP (Standar Asuhan Perawatan). 
Berdasarkan dari uraian data tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Studi Penatalaksanaan Asuhan Keperawatan Pada anak balita penderita dehidrasi Yang Dirawat Di ruang Mawar RSUD Abunawas tahun 2012”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar